Tinju Tidak Lagi Sama Sejak Mayweather Jr vs Conor McGregor

Photo of author

By Gusun Fawaida

Erosport.id – Duel Floyd Mayweather Jr. vs Conor McGregor pada 26 Agustus 2017 di dalam T-Mobile Arena, Las Vegas, menjadi titik balik di sejarah tinju. Laga antara petinju tak terkalahkan dan juga ikon MMA ini bukanlah sekadar pertarungan antar atlet, tetapi juga awal dari era crossover fights, di area mana petinju bersedia naik ring menghadapi lawan dari disiplin lain, termasuk pegulat MMA hingga selebritas internet (influencer).

Sejak ketika itu, tinju profesional tak lagi sama. Tradisi panjang pertarungan berdasar keterampilan lalu kompetisi antar petinju elit mulai bergeser ke arah hiburan berbasis daya tarik figur populer. Situasi ini mengundang pro dan juga kontra: apakah tinju masih mempertahankan esensinya sebagai olahraga kompetitif, ataukah telah lama berubah menjadi turnamen tontonan belaka?

Ketika Floyd Mayweather Jr. , petinju dengan rekor sempurna 49-0, menerima tantangan dari Conor McGregor, berbagai yang dimaksud menganggap laga ini hanya saja akal-akalan bisnis. Namun, duel ini justru mencetak sejarah sebagai salah satu pertarungan dengan transaksi jual beli pay-per-view (PPV) tertinggi, menghasilkan kembali pendapatan sekitar USD600 jt atau sekitar Rp9 triliun.

McGregor, yang mana tak memiliki pengalaman bertinju profesional, mampu bertahan hingga 10 ronde sebelum akhirnya kalah TKO. Meski hasilnya sudah ada diduga, laga ini membuka mata sejumlah pihak bahwa popularitas mampu mengalahkan keterampilan teknik yang digunakan diasah tidak ada sebentar. Duel berbasis figur ternama terbukti lebih besar menarik bagi penonton ketimbang pertarungan antara petinju profesional yang dimaksud mungkin saja kurang miliki daya tarik dalam luar ring.

Sejak pada waktu itu, tren pertarungan antara petinju profesional vs sosok non-petinju semakin marak. Jika dulu manusia petinju belaka bertarung dengan sesama petinju untuk menjaga kredibilitas juga mempertahankan status, saat ini sejumlah petinju tak ragu menerima tawaran bertarung melawan pegulat MMA, selebritas, bahkan influencer media sosial.

Era Baru: Petinju vs Pegulat, YouTuber, hingga Selebritas

Setelah Mayweather vs McGregor, beberapa duel sejenis mulai bermunculan, di area antaranya:

Tyson Fury vs Francis Ngannou (2023)

Tinju Tidak Lagi Sama Sejak Mayweather Jr vs Conor McGregor

Mantan juara dunia kelas berat, Tyson Fury, menghadapi Francis Ngannou, mantan juara UFC yang mana belum pernah bertinju profesional sebelumnya. Meski Fury menang angka, Ngannou sempat menjatuhkannya di tempat ronde ketiga, mengejutkan dunia tinju.

Jake Paul vs Petarung MMA

Tinju Tidak Lagi Sama Sejak Mayweather Jr vs Conor McGregor

Jake Paul, seseorang YouTuber yang dimaksud beralih ke dunia tinju, sukses menantang beberapa mantan petinju serta pegulat MMA, seperti Tyron Woodley, Anderson Silva, hingga Nate Diaz. Meskipun berbagai yang digunakan meremehkannya, ia tetap memperlihatkan mampu menarik perhatian publik.

Mike Tyson vs Jake Paul (2024)

Tinju Tidak Lagi Sama Sejak Mayweather Jr vs Conor McGregor

Di usia 58 tahun, Mike Tyson kembali naik ring melawan Jake Paul pada pertarungan yang dimaksud menjadi event olahraga paling berbagai ditonton di tempat Netflix. Banyak pihak mengomentari duel ini lantaran dianggap lebih banyak sebagai tontonan hiburan daripada olahraga sesungguhnya.

Pertarungan Mike Tyson vs Jake Paul di dalam AT&T Stadium, Texas, pada November 2024 menjadi bukti bagaimana wajah tinju telah dilakukan berubah. Duel ini menjadi laga olahraga paling sejumlah ditonton di sejarah Netflix, tetapi juga menghadapi gelombang kritik baru dari berbagai pihak, termasuk Presiden World Boxing, Boris van der Vorst.

Van der Vorst menyatakan kekhawatirannya terhadap tren pertarungan influencer yang mana sanggup membahayakan keselamatan petinju. “Bahkan anak-anak saya terpikat dengan acara itu,” kata beliau di wawancara dengan The Indian Express diambil SINDOnews, Selasa (4/3/2025).

Dia menegaskan bahwa aspek keselamatan para petarung harus menjadi prioritas utama. Salah satu kritik utama adalah tak adanya pemeliharaan ekstra di pertarungan ini. Tyson serta Paul bertarung selama delapan ronde berdurasi dua menit tanpa pelindung kepala atau sarung tangan yang lebih lanjut tebal, yang dimaksud meningkatkan risiko cedera serius.

Duel ini seharusnya berlangsung pada Juni 2024, tetapi harus ditunda pasca Tyson mengalami kolaps dalam pesawat serta batuk darah. Mantan juara dunia itu bahkan mengungkapkan bahwa dirinya hampir meninggal, kehilangan setengah dari darahnya, kemudian harus menjalani delapan transfusi darah. Namun, Tyson masih bersikeras naik ring di area usia hampir 60 tahun.

Setelah pertarungan, Tyson mengaku tetap memperlihatkan bangga. “Saya hampir mati pada Juni lalu, tetapi saya bangkit lalu bertarung. Bisa menyelesaikan 8 ronde melawan petarung berbakat yang dimaksud setengah usia saya, di tempat hadapan stadion yang mana penuh, adalah pengalaman luar biasa,” tulisnya dalam media sosial.

Leave a Comment